Sejarah singkat qawwa'id fiqhiyah

Atur ukuran font . . . . Perkecil  Reset  Perbesar 
Dalam historynya qawa’id fiqhiyah memiliki sejarah yang berbeda dengan ushul fiqh. Ini ditandai dengan prosesnya yang tidak semasa atau terbentuk dalam periode yang berlainan. Ushul fiqh telah duluan lahir pada abad kedua hijriah, berbeda dengan qawa’id fiqhiyah yang baru terbentuk pada abad ke empat atau kelima hujriah.
Dalam pembentukan qawa’id fiqhiyah ini ada perbedaan sudut pandang. Sebahagian mereka mengatakan qawaid fiqhiyah telah lahir sejak zaman Rasululah SAW. Dengan meng-idraj atau memasukkan hadist (jawami’ kalam nabi) sebagai qa’idah. Kelompok ini memperiodisasi sejarah qawa’id fiqhiyah dalam beberapa fase: Zaman Rasulullah SAW. yang berlangsung 22 tahun(12 SH-10H), zaman para shahabat dan zaman para tabi’in dan tabi’ tabi’in yang berlangsung kira-kira 250 tahun (100-351 H). ciri-ciri qa’idah fiqh yang dominan adalah jawami’ al-kalim ( kalimat singkat dengan cakupan makna yangt sangat luas). Atas dasar inilah para ‘ulama menetapkan bahwa hadist yang memiliki cirri-ciri tersebut dapat dijadikan qa’idah fiqh. Dengan demikian kelompok ini membuat periodesasi sejarah qa’idah fiqh sejak zaman Rasulullah SAW.

Dengan memperhatikan sejarah pembentukan qa’idah fiqhiyah, nampaklah bahwa qa’idah fiqhiyah ditempuh dalam beberapa periode.


1. Periode Pembentukan
Qa’idah fiqhiyah disusun berangsur-angsur oleh ‘ulama mujtahid seiring dengan perkembangan persoalan dikalangan masyarakat, ini dikarenakan nash yang berperan sebagai dalil sudah berakhir sementara problematika yang berkembang terus beragam corak dan motifnya. ‘Ulama mujtahid tersebut adalah mereka yang memiliki kecerdasan tinggi dan kemampuan dalam tarjih dan takhrij dengan meng-istinbathkan dari nash-nash yang umum, dasar-dasar ushul fiqh, ‘illat-‘illat hukum dan ketetapan ra’yi mereka. Namun, mengenai kapan dan siapa yang pertama kali menulis qa’idah fiqh sulit untuk ditentukan. Besar kemungkinan qa’idah telah ada pada abad ke II H, ini dibuktikan dengan salah satu qa’idah yang berasal dari kitab “kharaj” susunan Abu Yusuf (113-182 H) tetapi, apakah beliau sebagai perancang qa’idah fiqh yang pertama, juga belum jelas, sebab kalau dikatakan demikian maka bagaimana dengan hadist nabi :



yang juga merupakan qa’idah fiqhiyah. Bertolak dari inilah dalam satu pendapat mengatakan zaman Rasulullah sudah merupakan masa pembentukan qa’idah fiqhiyah.

2. Periode Perkembangan Qawa’id Fiqhiyah
Sebahagian dari qa’idah fiqhiyah diambil dari surat khalifah Umar bin Khattab kepada Abdullah bin Qais atau yang lebih dikenal dengan Abu Musa al-Asy’ari sewaktu beliau diangkat menjadi walikota Bashrah pada tahun 12 H. Isi surat tersebut adalah :


Dengan adanya redaksi tersebut, terilhamilah ‘ulama terhadap qa’idah-qa’idah fiqh yang diletakkan dibawah persoalan yang satu dengan nama “al-Asyabah wa nadha-ir”. Yaitu, dengan menggunakan analogi atau qiyas dapat memberikan hukum kepada persoalan yang tidak ada nashnya, namun punya ‘illat yang sama dengan persoalan yang ada nashnya. Berpijak dari redaksi Umar bin Khattab tersebut maka memberi kesan bahwa qa’idah fiqh telah ada sejak abad pertama hijriah.

Seorang ‘ulama hanafiyyah, Zainal Abidin Ibrahim bin Muhammad bin Bakri atau yang lebih masyhur dengan nama Ibnu Nujaim (wafat: 970 H) beropini bahwa ‘ulama pertama yang merintis qa’idah-qa’idah fiqhiyah adalah Abu Thahir ad-Dabbas, seorang ‘ulama yang hidup pada abad ketiga dan ke empat hijriah sekaligus sebagai ahli ra’yi dari Iraq, beliau mengumpulkan 17 qa’idah dari Abu Hanifah. 17 qa’idah hasil kumpulan ad-Dabbas tadi kemudian diambil oleh Imam Abul Hasan Abdullah bin al-Hasan Abdullah bin al-Hasan (260-340 H) yang terkenal dengan nama al-Karkhi ditambah sehingga menjadi 37 qa’idah yang ditulis dalam satu kitab yang kemudian kitab ini dikomentari dengan contoh-contoh oleh Najmuddin Abu Hafs Umar (537 H). Kemudian tampillah ‘ulama selanjutnya yaitu Imam Abdullah bin Umar bin Isa al-Qadwy yang digelar dengan sebutan Abu Zaid menyusun kitab “Ta’sirun Nadhar” yang berisikan q’idah-qa’idah kulliah beserta dengan hukum perinciannya.

Untuk masa selanjutnya qa’idah fiqhiyah dalam kapasitasnya sebagai rumusan dalam menyelesaikan hukum syar’i terus tumbuh dan berkembang seiring dengan muncul dan mencuatnya berbagai macam kejadian hadisah. Para ‘ulama yang berkompetenpun terus menggali dan mengkaji qa’idah ashal sehingga lahirlah qa’idah-qa’idah baru sebagai alat dalam menjawab problematika modern.

print this page Print halaman
Tinggalkan-komentar