Masalah membaca sayyidina dalam shalawat

Atur ukuran font . . . . Perkecil  Reset  Perbesar 
Suatu masalah agama yang tampak kecil tetapi pada hakekatnya besar, ialah masalah membaca sayyidina ketika mengucapkan shalawat kepada nabi SAW. Dikatakan kecil karena hanya sepatah kata, tetapi besar karena masalah ini berhubungan langsung dengan pribadi Nabi Muhammad SAW. Yang sangat dihormati.
Ulama-ulama sunny dan pengikutnya sedari dulu membiasakan diri membaca “sayyidina” ketika mengucapkan shalawat. Mereka tidak membiasakan diri membaca shalawat tanpa sayyidina.

Kemudian dalam “modernisasi agama” juga timbul fatwa-fatwa yang mengatakan bahwa membaca “sayyidina” dalam mengucapkan shalawat kepada Nabi, tidak baik. Lebih baik dihentikan.
Tersebab fatwa baru ini terjadi dua golongan di Indonesia, yaitu golongan yang tetap membaca sayyidina dalam mengucapkan shlawat kepada Nabi, dan ada pula yang tidak membaca sama sekali.
Hal ini menjadi menyolok karena shalawat itu di ucapkan dihadapan umum, seperti pada khutbah-khutbah jum’at yang didengar oleh orang banyak, karena ada khatib jum’at yang membaca sayyidina dalam membaca shalawat dan ada khatib yang tidak membaca sayyidina.
Orang awam yang mendengar khutbah itu terheran-heran, dan bertanya-tanya dalam hati: kenapa pembaca kedua khutbah ini berbeda?
Kemudian orang awam sebagai biasanya ada yang menanggapi secara negatif, mereka mengatakan : yang mengatakan sayyidina adalah khatib kuno, dan yang tidak mengatakan “sayyidina” adalah khatib modern.
Hal inilah diantaranya yang mendorong kami untuk membahas masalah ini secara mendalam, sesuai dengan hukum-hukum agama yang berlaku menurut dalil-dalil kitab dan sunnah.
Mudahan-mudahan bisa berhasil dan dapat ditempatkan dalam posisi yang sebenarnya, dan “upat, puji” akan hilang karenanya. insyaAllah.

Artinya perkataan “sayyidina”
“Sayyid” adalah bahasa arab yang artinya “penghulu”. “sayyidina” berarti “penghulu kita”.
Penghulu adalah orang yang dimuliakan dalam suatu kelompok manusia dan orang yang dijadikan ikutan dan pemimpin dalam segala urusan.
Kalau kita katakan bahwa Nabi Muhammad Saw. “penghulu kita”, maka itu berarti bahwa beliau adalah orang yang kita muliakan, yang kita hormati, yang kita junjung tinggi, dan yang kita jadikan pimpinan dan ikutan lahir bathin, dunia akhirat.
Kalau kita ucapkan “sayyidina Muhammad” maka itu berarti kita memuliakan beliau sebaik-baiknya dan mengangkat derajat beliau setinggi-tingginya, sesuai dengan kedudukan beliau yang sebenarnya.

Hukum dalam mazhab syafi’e
Seleruh kitab fiqih yang mu’tamad mengatakan bahwa membaca “sayyidina” sebelum nama Nabi Muhammad Saw. Dalam shalawat adalah afdhal, yakni lebih baik karena itu berarti memuliakan dan menghormati Nabi Saw.
Diterangkan dalam kitab “Nihayatul Muhtaj” karangan ‘ulama besar Syaikh Syamsuddin ar Ramli, yaitu suatu kitab fiqih yang mu’tamad yang dipegang teguh dalam mazhab syafi’e, sebagai berikut, yang artinya:
Dan yang lebih afdhal menambha lafadh sayyidina sebagaimana yang dikatakan Ibnu Zahirah, dan yang dikatakan sejelas-jelasnya oleh sekumpulan ulama, dan juga yang difatwakan oleh pengarang kitab ini, karena menambahkan “sayyidina” itu(dalam shalawat), kita sudah mengerjakan perintah Nabi dan pula telah mengucapkan yang benar, yaitu berbicara secara sopan dan beradab. Membaca “sayyidina” membaca sayyidina lebih afdhal dari pada tidak. (NIhayatul Muhtaj I -halaman 509).
Kemudian berkata syekh Muhammad al – Fasi pengarang kitab “syarah dalailul khairat”, begini, yang artnya:
Fatwa yang sahih boleh menambahkan “sayyidina”dan “maulana”, dan lain-lain perkataan yang menyatakan menghormati, memuliakan serta membesarkan Nabi dalam mengucapkan shalawat untuk penghulu kita Nabi Muhammad Saw. Mengucapkan lebih baik dari pada meninggalkan. (Sa’adatut Durain – halaman 11).

Sedangkan menurut Jalaluddin al- mahalli, memfatwakan membacakan sayyidina adalah afdhal, dan hadist yang mengatakan “jangan bersayyidina kepadaku dalam sembahyang”, adalah hadist maudhu’, yaitu hadist yang dibuat-buat oleh pembohong.

DALIL-DALIL FATWA
Pertama
Firman Allah yang artinya:
Maka mereka yang beriman pada Nabi, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti qur’an yang diturunkan kepadanya, mereka itulah yang beruntung mendapat kemenangan. (al-A’raf : 157).

Orang yang memuliakan Nabi adalah orang yang akan dapat kemenangan dan keberuntungan. Membaca sayyidina adalah dalam rangka memuliakan Nabi yang mulia.

kedua
Firman Allah yang artinya:
Bahwasanya Allah dan Malaikat-malaikatNya shalawat kepada Nabi. Hai sekalian orang mukmin, hendaklah kamu shalawat pula kepada Nabi dan memberi salam sebaik-baiknya kepada beliau. (al – Ahzab : 56)

Menurut seorang ahli tafsir yang terkenal Syekh Ahmad bin Muhammad Ash Shawi dalam tafsirnya yang terkenal “tafsir shawi” menafsirkan ayat ini sebagai berikut: Tuhan Allah menghormati dan menurunkan rahmatNya atas Nabi, malaikat-malaikat juga menghormati dan memohonkan rahmat Tuhan untuk Nabi. Dan Tuhan memerintahkan kepada sekalian orang yang beriman supaya menghormati dan memohonkan rahmat untuk Nabi. (Tafsir Shawi III – halaman 268), kemudian shawi menerangkan bahwa ini suatu bukti bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah paling mulia dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain yang dimuliakan Tuhan, karena rahmatNya diturunkan serentak dengan penghormatanNya kepada beliau. Adapun kepada makhluk lain yang diberikan Tuhan hanyalah rahmatNya saja.
Selain itu dalam ayat ini dapat dipetik bahwa makhluk penghuni alam yang tinggi, penghuni langit yang tujuh lapis yaitu malaikat yang termasuk didalamnya malaikat yang sepuluh, Jibril, Mikail, Israfil, Izrail dll, semuanya menghormati Nabi Muhammad Saw. dan memohon rahmat untuk beliau. Kemudian Tuhan memerintahkan pula kepada penduduk alam yang rendah, yaitu manusia supaya mereka menghormati Nabi Saw. dan memohon rahmat Tuhan untuk Nabi Muhammad Saw.
Maka dengan ayat ini Tuhan langsung memerintahkan supaya sekalian orang mukmin menghormati dan memuliakan Nabi Saw. diantara untuk memuliakan Nabi adalah dengan membaca “sayyidina” ketika mengucapkan shalawat kepada Nabi Saw.

Ketiga
Tersebut dalam hadist yang artinya:
Dari Abu Hurairah beliau berkata: Berkata Rasululluh Saw. saya penghulu anak Adam pada hari kiamat. Orang yang paling dahulu muncul dari kubur orang yang paling dahulu memberi syafa’at dan orang yang paling dahulu dibenarkan memberi syafa’at.
(HSR. Imam Muslim – syarah Muslim XV – halaman 37). (dirawikan juga oleh Abu daud – sunan Abu Daud IV – halaman 218).

Dalam menafsirkan atau mensyarah hadist ini , Imam Nawawi berkata:
1. Nabi Muhammad itu adalah “sayyid”, yakni penghulu anak adam seluruhnya, baik didunia maupun diakhirat. Dalam hadist ini dinyatakan di “akhirat”, karena diakhirat itulah akan tampak dengan nyata kepenghuluan beliau dengan tunduk dan menghormatnya selluruh makhluk kepada beliau. Berlainan dengan didunia, dimana banyak orang kafir yang tidak menghormati beliau.
2. Nabi Muhammad Saw. menyatakan diri beliau penghulu anak Adam. Hal ini beliau katakana bukanlah untuk menyombongkan diri, tetapi adalah untuk maksud dan tujuan:
a. Mengabarkan yang benar yang mesti dikabarkan kepada ummat supaya mereka mengetahui, mengi’tiqadkan, menyesuaikan amal pekerjaan dengan hal itu, dan menghormati beliau.
b. Menjalankan perintah Tuhan, karena Tuhan menyuruh beliau mengabarkan nikmat yang diterimanya dari Allah S.W.T
Didalam hadist shahih yang diriwayatkan Muslim tsb. Dinyatakan secara gambling oleh Nabi Saw. bahwa beliau adalah penghulu anak adam , ini berarti beliau adalah penghulu dari sekalian manusia, termasuk kita. Jadi, membaca sayyidina dalam mengucapkan shalawat adalah justru dalam rangka mengamalkan apa yang dikatakan Nabi Saw. ini.

Banyak sekali hadist Nabi yang menunjukkan bahwa junjungan kita sayyidina Muhammad Saw. adalah makhluk yang paling mulia diantara makhluk-makhluk yang dimuliakan Allah.
Tuhan berfirman yang artinya :
Janganlah kamu memanggil Rasul dengan sebagaimana panggilan sesame kamu. ( an - nur: 63)
Ayat ini menyatakan bahwa memanggil Nabi Muhammad Saw. mestilah secara terhormat dan sopan, misalnya dengan: ya Rasulullah! Jangan dengan: ya Muhammad saja.
Menyebut nama atau panggilan beliau haruslah secara hormat dan sopan, umpamanya:
a. Berkata Nabi Muhammad Saw.
b. Bersabda Rasulullah Saw.
c. Demikian dalam syari’at junjungan kita Nabi Muhammad Saw.
d. Demikian menurut penghulu kita Nabi Muhammad Saw.
e. Hal ini dilarang oleh junjungan kita Nabi Muhammad Saw.
f. Hal ini diperintahkan oleh Nabi kita, penghulu kita Muhammad Saw.
g. Dan lain-lain kata penghormatan yang bersamaan.
Dalam hal ini janganlah sekali-kali menyebut nama atau panggilan beliau dengan enteng saja sebagaimana panggilan sesama kita, umpamanya seperti:
a. Berkata Muhammad
b. Demikian sabda Muhammad
c. Ikutlah Muhammad
d. Berkata si Muhammad
e. Ikutlah si Amad
f. Hal itu dilarang oleh Muhammad
g. Ini adalah anjuran si Muhammad orang Arab
h. Dan lain-lain sebutan yang menggambarkan tidak sopan dan tidak hormat.

Kalau sesama kita boleh saja, umpamanya:
a. Begitulah kata si Mansur
b. Si Amad mengusulkan
c. Ini dilarang oleh si Badu
d. Dan lain-lain sebagainya

Tinggalkan-komentar